Saling Menyapa Yuks^^

Quotes

MEMBACA untuk BELAJAR
"let's read & learn in here"

Sabtu, 10 Desember 2011

KEWAJIBAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA


إِKetahuilah, bahwa kewajiban paling besar yang harus ditunaikan oleh seorang hamba setelah kewajibannya kepada Allah  dan Rasul-Nya adalah kewajiban dalam memenuhi hak orangtua. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya:
“Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kalian kepada kedua orangtua. (An-Nisa: 36)
Di dalam ayat lainnya, Allah berfirman:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah-payah (pula).” (Al-Ahqaf: 15)
Semakna dengan ayat tersebut Allah berfirman:
“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.” (Luqman: 14)
Pada dua ayat tersebut Allah  menjelaskan betapa pentingnya kewajiban berbakti kepada orangtua dengan menggambarkan betapa besarnya pengorbanan dan jasa orangtua terutama ibu kepada anaknya. Maka sudah semestinya bagi seorang anak untuk berbuat baik kepada orangtuanya, karena orang yang berakal tentu tidak akan melupakan kebaikan orang lain terhadapnya apalagi membalas kebaikannya dengan menyakitinya. Maka, apakah layak bagi seorang anak untuk melupakan kebaikan orangtuanya sehingga tidak berbuat baik kepadanya? Begitu pula, tentu lebih tidak pantas lagi bagi seorang anak untuk menyakiti orangtuanya yang telah terus-menerus berbuat baik kepadanya dengan mengeluarkan pengorbanan yang sangat besar bahkan hingga mempertaruhkan nyawanya.
Nabi  juga telah menyebutkan besarnya keutamaan berbakti kepada orangtua. Bahkan lebih besar dari jihad di jalan Allah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari sahabat Abdullah ibnu Mas’ud z, beliau berkata:
سَأَلْتُ النَّبِيَّ n: أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا. قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ. قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ
Aku bertanya kepada Nabi n, Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah l? Beliau n menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku berkata, “Kemudian apa?Nabi n menjawab, “Berbakti kepada orangtua.” Aku berkata, “Kemudian apa? Beliau n menjawab, “Kemudian jihad di jalan Allah.” (HR. Al-Bukhari danMuslim)
Dari ayat-ayat dan hadits di atas serta yang lainnya, seseorang akan memahami dengan jelas betapa tinggi dan mulianya amalan berbakti kepada orangtua.
Kewajiban berbuat baik kepada orangtua semasa hidup mereka tidaklah melihat kepada siapa dan bagaimana keadaan orangtua. Bahkan Allah  memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berbuat baik kepada orangtuanya meskipun seandainya keduanya dalam keadaan kafir sekalipun. Sebagaimana dalam berfirman-Nya:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, namun pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)
Di dalam ayat tersebut kita memahami bahwa berbuat baik kepada orangtua tidaklah gugur karena keduanya dalam keadaan kafir serta memerintahkan untuk berbuat syirik atau melakukan kekafiran, meskipun perintah keduanya yang berupa kemungkaran tetap tidak boleh ditaati.
Berbuat baik kepada orangtua sangat banyak caranya dan sangat luas cakupannya. Bisa dilakukan dengan ucapan, perbuatan, maupun dengan harta.
Berbuat baik dengan ucapan, maka bisa dilakukan dengan menjaga tutur kata yang baik dan tidak menyakitkan serta dengan berlemah-lembut ketika berbicara kepadanya. Sedangkan berbuat baik dengan perbuatan, bisa dilakukan dengan membantu menyiapkan keperluan-keperluannya atau melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya untuk meringankan bebannya serta memenuhi perintah-perintah-Nya, selama bukan dalam bentuk berbuat maksiat kepada Allah. Sedangkan berbuat baik dengan harta, bisa dilakukan dengan menginfakkan sebagian dari hartanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
hendaknya pula berbakti dengan memberikan harta, karena kedua orang tua berhak memperoleh nafkah, bahkan hak nafkah mereka merupakan hal yang paling utama, sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersada:
“Artinya : Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu”.
Semua harta kita adalah milik orang tua. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Al-Baqarah ayat 215.
“Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah, “Harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya Allah maha mengetahui”
Jika seseorang sudah berkecukupan dalam hal harta hendaklah ia menafkahkannya yang pertama adalah kepada kedua orang tuanya. Kedua orang tua memiliki hak tersebut sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Baqarah di atas. Kemudian kaum kerabat, anak yatim dan orang-orang yang dalam perjalanan. Berbuat baik yang pertama adalah kepada ibu kemudian bapak dan yang lain, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut.
“Artinya : Hendaklah kamu berbuat baik kepada ibumu kemudian ibumu sekali lagi ibumu kemudian bapakmu kemudian orang yang terdekat dan yang terdekat” [Hadits
Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 3, Abu Dawud No. 5139 dan Tirmidzi 1897, Hakim 3/642 dan 4/150 dari Mu'awiyah bin Haidah, Ahmad 5/3,5 dan berkata
Tirmidzi, "Hadits Hasan"]
Sebagian orang yang telah menikah tidak menafkahkan hartanya lagi kepada orang tuanya karena takut kepada istrinya, hal ini tidak dibenarkan. Yang mengatur harta adalah suami sebagaimana disebutkan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Harus dijelaskan kepada istri bahwa kewajiban yang utama bagi anak laki-laki adalah berbakti kepada ibunya (kedua orang tuanya) setelah Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan kewajiban yang utama bagi wanita yang telah bersuami setelah kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kepada suaminya. Ketaatan kepada suami akan membawanya ke surga. Namun demikian suami hendaknya tetap memberi kesempatan atau ijin agar istrinya dapat berinfaq dan berbuat baik lainnya kepada kedua orang tuanya.
Berbuat baik kepada orangtua juga tidaklah terbatas pada saat keduanya masih hidup. Bahkan di saat keduanya sudah meninggal dunia pun, berbuat baik kepadanya masih bisa dilakukan. Asy-Syaikh Abdul 'Aziz ibnu Abdullah ibnu Baz t, salah seorang ulama terkemuka di Saudi Arabia mengatakan: “Disyariatkan berdoa kepada Allah untuk yang telah meninggal dunia, begitu pula bersedekah atas namanya dengan berbuat baik berupa memberikan bantuan kepada fakir miskin, (yaitu) seseorang mendekatkan diri kepada Allah dengan perbuatan tersebut dan kemudian berdoa kepada Allah agar menjadikan pahala dari sedekah tersebut untuk ayah dan ibunya atau selain keduanya, baik yang telah meninggal dunia maupun yang masih hidup. Hal ini karena Nabi bersabda (yang artinya): 'Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang berdoa untuknya.' Disebutkan dalam hadits Nabi n, bahwa ada seseorang bertanya kepada beliau n:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَلَمْ تُوْصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ لَتَصَدَّقَتْ، أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan beliau belum sempat berwasiat namun aku yakin kalau beliau sempat berbicara tentu beliau ingin bersedekah, apakah beliau (ibuku) akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas namanya?” Nabi n menjawab, “Benar.” (Muttafaqun 'alaih)
Begitu pula (akan bermanfaat untuk orang yang telah meninggal dunia) amalan ibadah haji atas nama si mayit, demikian pula ibadah umrah, serta membayarkan utang-utangnya. Semua itu akan bermanfaat untuk yang meninggal sebagaimana telah datang dalil-dalil yang syar’i menunjukkan hal tersebut.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat 4/342)
Termasuk amalan berbakti kepada orangtua yang bisa dilakukan sepeninggal mereka adalah menghubungi kerabat dan teman-teman mereka. Bahkan juga dengan menghubungi atau berbuat baik kepada keluarga dari teman-teman orangtua kita. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahihnya dari sahabat Abdullah ibnu ‘Umar ibn Al-Khaththab, bahwa beliau berjalan menuju kota Makkah dan mengendarai keledai yang ditungganginya untuk beristirahat di saat lelah. Ketika beliau sudah bosan duduk di atas kendaraannya, lewatlah di depan beliau seorang badui dan berkatalah beliau (kepada badui tersebut), “Apakah engkau Fulan ibnu Fulan?” Orang badui tersebut menjawab,“Benar.” Maka beliau (sahabat Abdullah ibn ‘Umar c) memberikan keledainya kepada badui tersebut seraya mengatakan“Naikilah kendaraan ini.” Kemudian beliau juga memberikan kain sorbannya yang sedang dipakai seraya mengatakan, “Pakailah kain ini untuk diikatkan sebagai penutup kepalamu.” Maka berkatalah orang-orang kepada sahabat Abdullah ibn ‘Umar, “Mudah-mudahan Allah mengampunimu. Engkau berikan kepadanya keledai yang engkau tunggangi di saat ingin beristirahat dari kelelahan dan engkau berikan imamah yang sedang engkau ikatkan di kepalamu." Maka ‘Abdullah ibn ‘Umar mengatakan, “Sesungguhnya dia adalah teman (orangtua saya) ‘Umar ibn Al-Khaththab’, dan sungguh saya mendengar Rasulullah n bersabda:
إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ
“Sesungguhnya termasuk dari perbuatan paling baik dalam berbakti kepada orangtua adalah seseorang berbuat baik kepada keluarga orang yang dicintai (teman) ayahnya.” (HR. Muslim)
Lihatlah betapa luasnya kesempatan untuk berbakti kepada orangtua. Apakah kita akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menjalankan kewajiban yang mulia ini? Lihatlah pula betapa besarnya semangat para sahabat dalam menjalankan kewajiban berbakti kepada orangtua. Maka bagaimanakah dengan kita? Sudahkah kita mengikuti jalan salafus shalih dalam amalan ini?
Yang akan didapat dari berbakti ke orang tua:
Seseorang yang berbuat baik kepada orangtuanya maka dia akan mendapatkan balasan yang sangat besar dari Allah bukan hanya di akhirat kelak, namun juga di dunia. Di antaranya adalah bahwa orang-orang yang berbuat baik kepada orangtuanya maka akan berbuat baik pula anak-anaknya kepadanya. Karena sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil yang syar’i bahwa balasan seseorang adalah sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya. Disamping itu, seseorang yang berbuat baik kepada orangtua juga akan diberi jalan keluar dari kesulitan yang menimpanya. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya yang menceritakan tentang kisah tiga orang yang ketika masuk untuk beristirahat di dalam goa. Tiba-tiba ada batu besar yang jatuh menutup pintu gua. Maka dalam kesulitan tersebut, ketiga orang tadi bertawassul memohon pertolongan kepada Allah dengan menyebutkan amalan shalih yang pernah mereka lakukan. Pada akhirnya batu yang menutup pintu goa pun terbuka sehingga mereka bisa keluar dari gua tersebut. Di antara amal shalih yang disebutkan oleh salah satu dari mereka adalah perbuatan baiknya kepada orangtuanya.
Maka di antara sebab yang akan menjadikan seseorang memperoleh jalan keluar dari kesulitan-kesulitannya adalah dengan menjalankan amalan yang mulia ini. Begitu pula di antara balasan bagi seseorang yang berbuat baik kepada orangtuanya adalah akan dimudahkannya dirinya dalam mencari rezeki dan dipanjangkan umurnya. Sebagaimana tersebut dalam sabda Nabi n:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barangsiapa senang untuk diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka sambunglah rahimnya.” (HR. Muslim)
Berbakti kepada orangtua masuk ke dalam keumuman hadits ini karena termasuk penunaian silaturahim, dan bahkan silaturahim yang paling tinggi adalah menghubungi orangtua. Akhirnya, mudah-mudahan Allah selalu memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk bisa berbakti kepada orangtua. 
Marilah kita selalu bertakwa kepada Allah  dengan menjalankan kewajiban yang telah diperintahkan oleh-Nya. Sesungguhnya dengan bertakwalah seseorang akan mendapatkan akibat yang baik dan hasil akhir yang membahagiakan.
Setelah kita mengetahui betapa tinggi dan mulianya amalan berbakti kepada orangtua maka tentu saja tidak semestinya bagi kita untuk menganggap remeh amalan ini. Apalagi Allah telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menjalankan kewajiban ini di saat yang sangat sulit untuk dijalankan. Yaitu di saat orangtua telah berusia lanjut, yang dalam usia tersebut tentunya orangtua dalam keadaan semakin lemah badan dan cara berpikirnya, sehingga bisa membuat seorang anak akan merasa capai dalam mengurusinya. Dalam keadaan demikian, seorang anak bisa terkena rasa bosan dan bahkan jengkel dengan perkataan maupun perbuatan yang dilakukan oleh orangtua. Namundalam keadaan yang demikian pun seorang anak harus bersabar dan tidak menyakiti orangtuanya dalam bentuk apapun. Hal ini tentu menunjukkan betapa ditekankannya kewajiban ini. Allah lberfirman:
Jika salah seorang di antara kedua orangtua atau kedua-duanya telah berumur lanjut (dan mereka) dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah memelihara aku sewaktu kecil.” (Al-Isra’: 23-24)
Di dalam ayat tersebut pula Allah melarang hamba-hamba-Nya menyakiti orangtua, meskipun dengan ucapan yang hanya menunjukkan kekesalan. Maka perbuatan menyakiti yang lebih dari itu lebih besar dosanya. Di dalam ayat tersebut, Allah l juga memerintahkan agar seorang anak berbuat baik kepada orangtuanya. Yaitu dengan mengucapkan tutur kata yang sopan dengan merendahkan diri di hadapannya serta mendoakan kebaikan untuk keduanya.
Akhirnya, marilah kita berupaya untuk memperbaiki diri dalam menjalankan kewajiban kita kepada orangtua. Marilah kita senantiasa mengingat betapa tingginya amalan ini di sisi Allah dan betapa besarnya pengorbanan orangtua kepada kita terlebih di saat masih dalam kandungan dan saat persalinan serta setelah dilahirkan sebagai seorang bayi. Kedua orangtua telah mengerahkan tenaga dan pikirannya serta hartanya untuk merawat kita. Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi kita untuk berbakti kepadanya. Siapapun orangtua kita dan bagaimanapun keadaan orangtua kita. Apakah mereka orang yang miskin, cacat dan tidak berpangkat atau bahkan seandainya keduanya belum mendapatkan hidayah sehingga masih dalam keadaan kafir, berbuat bid’ah, atau terjatuh pada kemaksiatan lainnya. Hal tersebut tidaklah membuat gugurnya kewajiban kita dalam berbakti kepada orangtua. Bahkan seseorang harus tetap berkata yang baik dan tidak menyombongkan dirinya, baik dengan harta dan kedudukannya serta ilmunya di hadapan orangtuanya. Namun dia harus berusaha membantu keperluan keduanya selama tidak melanggar syariat dan berusaha untuk menjadi sebab turunnya hidayah Allah kepada keduanya.
Mudah-mudahan Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk berbakti kepada orangtua serta memberikan kepada kita kemudahan untuk senantiasa ikhlas dalam menjalankannya. Amin..

0 komentar:

Posting Komentar

SELAMAT MEMBACA^^

SELAMAT MEMBACA^^

MARI BERBAGI ILMU ^_^

with ISMARINI BEKTI SETIANI blog's

POSTING DIBAWAH INI SAMA DENGAN DIATAS

POSTING DIBAWAH INI SAMA DENGAN DIATAS

KEWAJIBAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA


إِKetahuilah, bahwa kewajiban paling besar yang harus ditunaikan oleh seorang hamba setelah kewajibannya kepada Allah  dan Rasul-Nya adalah kewajiban dalam memenuhi hak orangtua. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya:
“Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kalian kepada kedua orangtua. (An-Nisa: 36)
Di dalam ayat lainnya, Allah berfirman:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah-payah (pula).” (Al-Ahqaf: 15)
Semakna dengan ayat tersebut Allah berfirman:
“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.” (Luqman: 14)
Pada dua ayat tersebut Allah  menjelaskan betapa pentingnya kewajiban berbakti kepada orangtua dengan menggambarkan betapa besarnya pengorbanan dan jasa orangtua terutama ibu kepada anaknya. Maka sudah semestinya bagi seorang anak untuk berbuat baik kepada orangtuanya, karena orang yang berakal tentu tidak akan melupakan kebaikan orang lain terhadapnya apalagi membalas kebaikannya dengan menyakitinya. Maka, apakah layak bagi seorang anak untuk melupakan kebaikan orangtuanya sehingga tidak berbuat baik kepadanya? Begitu pula, tentu lebih tidak pantas lagi bagi seorang anak untuk menyakiti orangtuanya yang telah terus-menerus berbuat baik kepadanya dengan mengeluarkan pengorbanan yang sangat besar bahkan hingga mempertaruhkan nyawanya.
Nabi  juga telah menyebutkan besarnya keutamaan berbakti kepada orangtua. Bahkan lebih besar dari jihad di jalan Allah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari sahabat Abdullah ibnu Mas’ud z, beliau berkata:
سَأَلْتُ النَّبِيَّ n: أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا. قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ. قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ
Aku bertanya kepada Nabi n, Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah l? Beliau n menjawab, “Shalat pada waktunya.” Aku berkata, “Kemudian apa?Nabi n menjawab, “Berbakti kepada orangtua.” Aku berkata, “Kemudian apa? Beliau n menjawab, “Kemudian jihad di jalan Allah.” (HR. Al-Bukhari danMuslim)
Dari ayat-ayat dan hadits di atas serta yang lainnya, seseorang akan memahami dengan jelas betapa tinggi dan mulianya amalan berbakti kepada orangtua.
Kewajiban berbuat baik kepada orangtua semasa hidup mereka tidaklah melihat kepada siapa dan bagaimana keadaan orangtua. Bahkan Allah  memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berbuat baik kepada orangtuanya meskipun seandainya keduanya dalam keadaan kafir sekalipun. Sebagaimana dalam berfirman-Nya:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, namun pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)
Di dalam ayat tersebut kita memahami bahwa berbuat baik kepada orangtua tidaklah gugur karena keduanya dalam keadaan kafir serta memerintahkan untuk berbuat syirik atau melakukan kekafiran, meskipun perintah keduanya yang berupa kemungkaran tetap tidak boleh ditaati.
Berbuat baik kepada orangtua sangat banyak caranya dan sangat luas cakupannya. Bisa dilakukan dengan ucapan, perbuatan, maupun dengan harta.
Berbuat baik dengan ucapan, maka bisa dilakukan dengan menjaga tutur kata yang baik dan tidak menyakitkan serta dengan berlemah-lembut ketika berbicara kepadanya. Sedangkan berbuat baik dengan perbuatan, bisa dilakukan dengan membantu menyiapkan keperluan-keperluannya atau melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya untuk meringankan bebannya serta memenuhi perintah-perintah-Nya, selama bukan dalam bentuk berbuat maksiat kepada Allah. Sedangkan berbuat baik dengan harta, bisa dilakukan dengan menginfakkan sebagian dari hartanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
hendaknya pula berbakti dengan memberikan harta, karena kedua orang tua berhak memperoleh nafkah, bahkan hak nafkah mereka merupakan hal yang paling utama, sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersada:
“Artinya : Engkau dan hartamu adalah milik ayahmu”.
Semua harta kita adalah milik orang tua. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Al-Baqarah ayat 215.
“Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka infakkan. Jawablah, “Harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapakmu, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa saja kebajikan yang kamu perbuat sesungguhnya Allah maha mengetahui”
Jika seseorang sudah berkecukupan dalam hal harta hendaklah ia menafkahkannya yang pertama adalah kepada kedua orang tuanya. Kedua orang tua memiliki hak tersebut sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Baqarah di atas. Kemudian kaum kerabat, anak yatim dan orang-orang yang dalam perjalanan. Berbuat baik yang pertama adalah kepada ibu kemudian bapak dan yang lain, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut.
“Artinya : Hendaklah kamu berbuat baik kepada ibumu kemudian ibumu sekali lagi ibumu kemudian bapakmu kemudian orang yang terdekat dan yang terdekat” [Hadits
Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad No. 3, Abu Dawud No. 5139 dan Tirmidzi 1897, Hakim 3/642 dan 4/150 dari Mu'awiyah bin Haidah, Ahmad 5/3,5 dan berkata
Tirmidzi, "Hadits Hasan"]
Sebagian orang yang telah menikah tidak menafkahkan hartanya lagi kepada orang tuanya karena takut kepada istrinya, hal ini tidak dibenarkan. Yang mengatur harta adalah suami sebagaimana disebutkan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Harus dijelaskan kepada istri bahwa kewajiban yang utama bagi anak laki-laki adalah berbakti kepada ibunya (kedua orang tuanya) setelah Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan kewajiban yang utama bagi wanita yang telah bersuami setelah kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kepada suaminya. Ketaatan kepada suami akan membawanya ke surga. Namun demikian suami hendaknya tetap memberi kesempatan atau ijin agar istrinya dapat berinfaq dan berbuat baik lainnya kepada kedua orang tuanya.
Berbuat baik kepada orangtua juga tidaklah terbatas pada saat keduanya masih hidup. Bahkan di saat keduanya sudah meninggal dunia pun, berbuat baik kepadanya masih bisa dilakukan. Asy-Syaikh Abdul 'Aziz ibnu Abdullah ibnu Baz t, salah seorang ulama terkemuka di Saudi Arabia mengatakan: “Disyariatkan berdoa kepada Allah untuk yang telah meninggal dunia, begitu pula bersedekah atas namanya dengan berbuat baik berupa memberikan bantuan kepada fakir miskin, (yaitu) seseorang mendekatkan diri kepada Allah dengan perbuatan tersebut dan kemudian berdoa kepada Allah agar menjadikan pahala dari sedekah tersebut untuk ayah dan ibunya atau selain keduanya, baik yang telah meninggal dunia maupun yang masih hidup. Hal ini karena Nabi bersabda (yang artinya): 'Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang berdoa untuknya.' Disebutkan dalam hadits Nabi n, bahwa ada seseorang bertanya kepada beliau n:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَلَمْ تُوْصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ لَتَصَدَّقَتْ، أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan beliau belum sempat berwasiat namun aku yakin kalau beliau sempat berbicara tentu beliau ingin bersedekah, apakah beliau (ibuku) akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas namanya?” Nabi n menjawab, “Benar.” (Muttafaqun 'alaih)
Begitu pula (akan bermanfaat untuk orang yang telah meninggal dunia) amalan ibadah haji atas nama si mayit, demikian pula ibadah umrah, serta membayarkan utang-utangnya. Semua itu akan bermanfaat untuk yang meninggal sebagaimana telah datang dalil-dalil yang syar’i menunjukkan hal tersebut.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat 4/342)
Termasuk amalan berbakti kepada orangtua yang bisa dilakukan sepeninggal mereka adalah menghubungi kerabat dan teman-teman mereka. Bahkan juga dengan menghubungi atau berbuat baik kepada keluarga dari teman-teman orangtua kita. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahihnya dari sahabat Abdullah ibnu ‘Umar ibn Al-Khaththab, bahwa beliau berjalan menuju kota Makkah dan mengendarai keledai yang ditungganginya untuk beristirahat di saat lelah. Ketika beliau sudah bosan duduk di atas kendaraannya, lewatlah di depan beliau seorang badui dan berkatalah beliau (kepada badui tersebut), “Apakah engkau Fulan ibnu Fulan?” Orang badui tersebut menjawab,“Benar.” Maka beliau (sahabat Abdullah ibn ‘Umar c) memberikan keledainya kepada badui tersebut seraya mengatakan“Naikilah kendaraan ini.” Kemudian beliau juga memberikan kain sorbannya yang sedang dipakai seraya mengatakan, “Pakailah kain ini untuk diikatkan sebagai penutup kepalamu.” Maka berkatalah orang-orang kepada sahabat Abdullah ibn ‘Umar, “Mudah-mudahan Allah mengampunimu. Engkau berikan kepadanya keledai yang engkau tunggangi di saat ingin beristirahat dari kelelahan dan engkau berikan imamah yang sedang engkau ikatkan di kepalamu." Maka ‘Abdullah ibn ‘Umar mengatakan, “Sesungguhnya dia adalah teman (orangtua saya) ‘Umar ibn Al-Khaththab’, dan sungguh saya mendengar Rasulullah n bersabda:
إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ
“Sesungguhnya termasuk dari perbuatan paling baik dalam berbakti kepada orangtua adalah seseorang berbuat baik kepada keluarga orang yang dicintai (teman) ayahnya.” (HR. Muslim)
Lihatlah betapa luasnya kesempatan untuk berbakti kepada orangtua. Apakah kita akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menjalankan kewajiban yang mulia ini? Lihatlah pula betapa besarnya semangat para sahabat dalam menjalankan kewajiban berbakti kepada orangtua. Maka bagaimanakah dengan kita? Sudahkah kita mengikuti jalan salafus shalih dalam amalan ini?
Yang akan didapat dari berbakti ke orang tua:
Seseorang yang berbuat baik kepada orangtuanya maka dia akan mendapatkan balasan yang sangat besar dari Allah bukan hanya di akhirat kelak, namun juga di dunia. Di antaranya adalah bahwa orang-orang yang berbuat baik kepada orangtuanya maka akan berbuat baik pula anak-anaknya kepadanya. Karena sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil yang syar’i bahwa balasan seseorang adalah sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya. Disamping itu, seseorang yang berbuat baik kepada orangtua juga akan diberi jalan keluar dari kesulitan yang menimpanya. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya yang menceritakan tentang kisah tiga orang yang ketika masuk untuk beristirahat di dalam goa. Tiba-tiba ada batu besar yang jatuh menutup pintu gua. Maka dalam kesulitan tersebut, ketiga orang tadi bertawassul memohon pertolongan kepada Allah dengan menyebutkan amalan shalih yang pernah mereka lakukan. Pada akhirnya batu yang menutup pintu goa pun terbuka sehingga mereka bisa keluar dari gua tersebut. Di antara amal shalih yang disebutkan oleh salah satu dari mereka adalah perbuatan baiknya kepada orangtuanya.
Maka di antara sebab yang akan menjadikan seseorang memperoleh jalan keluar dari kesulitan-kesulitannya adalah dengan menjalankan amalan yang mulia ini. Begitu pula di antara balasan bagi seseorang yang berbuat baik kepada orangtuanya adalah akan dimudahkannya dirinya dalam mencari rezeki dan dipanjangkan umurnya. Sebagaimana tersebut dalam sabda Nabi n:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barangsiapa senang untuk diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka sambunglah rahimnya.” (HR. Muslim)
Berbakti kepada orangtua masuk ke dalam keumuman hadits ini karena termasuk penunaian silaturahim, dan bahkan silaturahim yang paling tinggi adalah menghubungi orangtua. Akhirnya, mudah-mudahan Allah selalu memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk bisa berbakti kepada orangtua. 
Marilah kita selalu bertakwa kepada Allah  dengan menjalankan kewajiban yang telah diperintahkan oleh-Nya. Sesungguhnya dengan bertakwalah seseorang akan mendapatkan akibat yang baik dan hasil akhir yang membahagiakan.
Setelah kita mengetahui betapa tinggi dan mulianya amalan berbakti kepada orangtua maka tentu saja tidak semestinya bagi kita untuk menganggap remeh amalan ini. Apalagi Allah telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk menjalankan kewajiban ini di saat yang sangat sulit untuk dijalankan. Yaitu di saat orangtua telah berusia lanjut, yang dalam usia tersebut tentunya orangtua dalam keadaan semakin lemah badan dan cara berpikirnya, sehingga bisa membuat seorang anak akan merasa capai dalam mengurusinya. Dalam keadaan demikian, seorang anak bisa terkena rasa bosan dan bahkan jengkel dengan perkataan maupun perbuatan yang dilakukan oleh orangtua. Namundalam keadaan yang demikian pun seorang anak harus bersabar dan tidak menyakiti orangtuanya dalam bentuk apapun. Hal ini tentu menunjukkan betapa ditekankannya kewajiban ini. Allah lberfirman:
Jika salah seorang di antara kedua orangtua atau kedua-duanya telah berumur lanjut (dan mereka) dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah memelihara aku sewaktu kecil.” (Al-Isra’: 23-24)
Di dalam ayat tersebut pula Allah melarang hamba-hamba-Nya menyakiti orangtua, meskipun dengan ucapan yang hanya menunjukkan kekesalan. Maka perbuatan menyakiti yang lebih dari itu lebih besar dosanya. Di dalam ayat tersebut, Allah l juga memerintahkan agar seorang anak berbuat baik kepada orangtuanya. Yaitu dengan mengucapkan tutur kata yang sopan dengan merendahkan diri di hadapannya serta mendoakan kebaikan untuk keduanya.
Akhirnya, marilah kita berupaya untuk memperbaiki diri dalam menjalankan kewajiban kita kepada orangtua. Marilah kita senantiasa mengingat betapa tingginya amalan ini di sisi Allah dan betapa besarnya pengorbanan orangtua kepada kita terlebih di saat masih dalam kandungan dan saat persalinan serta setelah dilahirkan sebagai seorang bayi. Kedua orangtua telah mengerahkan tenaga dan pikirannya serta hartanya untuk merawat kita. Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi kita untuk berbakti kepadanya. Siapapun orangtua kita dan bagaimanapun keadaan orangtua kita. Apakah mereka orang yang miskin, cacat dan tidak berpangkat atau bahkan seandainya keduanya belum mendapatkan hidayah sehingga masih dalam keadaan kafir, berbuat bid’ah, atau terjatuh pada kemaksiatan lainnya. Hal tersebut tidaklah membuat gugurnya kewajiban kita dalam berbakti kepada orangtua. Bahkan seseorang harus tetap berkata yang baik dan tidak menyombongkan dirinya, baik dengan harta dan kedudukannya serta ilmunya di hadapan orangtuanya. Namun dia harus berusaha membantu keperluan keduanya selama tidak melanggar syariat dan berusaha untuk menjadi sebab turunnya hidayah Allah kepada keduanya.
Mudah-mudahan Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk berbakti kepada orangtua serta memberikan kepada kita kemudahan untuk senantiasa ikhlas dalam menjalankannya. Amin..

0 Response to "KEWAJIBAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA"

Posting Komentar

 

Designed by Simply Fabulous Blogger Templates